Perubahan iklim global hari ini menjadi penanda besar kerusakan yang ditinggalkan peradaban manusia akibat keserakahan tanpa batas. Alam yang terus-menerus dieksploitasi kehilangan keseimbangannya, dan kehilangan itu tampak melalui berbagai bencana yang menyulitkan hidup. Seolah bumi sedang berbicara lewat penderitaan, sementara manusia lupa bahwa setiap luka yang ditorehkan padanya akan kembali melukai diri sendiri.


Salah satu bukti nyata dari krisis tersebut dapat dilihat di Gunungkidul. Di daerah ini, kekeringan tidak hanya datang sebagai musim, melainkan kenyataan pahit yang hampir selalu kembali setiap tahun. Peningkatan suhu dan jarangnya hujan membuat ketersediaan air bersih semakin berkurang, memperlihatkan rapuhnya keseimbangan alam ketika manusia abai menjaganya.
Telaga, sumber utama untuk kebutuhan minum, memasak, mandi, hingga mengairi kebun, menjadi saksi betapa berharganya setiap tetes air. Namun, saat telaga mulai mengering, keseharian warga pun berubah menjadi perjuangan berat.
Di tengah situasi darurat ini, tepat pada Hari Kemerdekaan, Tree of Heart bersama Komunitas Resan Gunungkidul, Nandur Tuk, dan warga setempat menyatukan tekad. Misi mereka sederhana namun sarat makna: memerdekakan Gunungkidul dari kekeringan sekaligus menanamkan kesadaran bahwa menjaga air, tanah, dan alam adalah tugas bersama yang dimulai dari langkah-langkah kecil.


Pada 17–18 Agustus 2024, melalui program Menanam Kesadaran #AksiDalamMerdeka, berbagai aksi nyata telah dilakukan. Di antaranya, penyerahan bibit untuk merevitalisasi Telaga Dondong di Desa Jetis, Kapanewon Saptosari, agar tetap menjadi sumber kehidupan bagi generasi mendatang, serta penggalian sumber Sumur Gede di Desa Banaran, Playen, yang kini memberi akses air bersih bagi warga yang sebelumnya kesulitan mendapatkannya.


Dua titik ini menjadi simbol perjuangan bahwa di setiap sudut Gunungkidul selalu ada tangan-tangan yang bekerja bersama untuk menghidupkan kembali tanah melalui air. Perjuangan ini tidak berhenti di bulan Agustus, upaya jangka panjang pun telah disiapkan, termasuk penanaman pohon pada musim hujan Oktober–November. Kelak, akar-akar pohon ini akan menjadi tabungan air yang menyimpan cadangan di dalam tanah, menjaga kelembapan, dan memulihkan keseimbangan alam.


Kekeringan memang masalah lama yang belum kunjung pergi, tetapi semangat warga Gunungkidul tidak pernah surut. Dengan gotong royong dan dukungan dari banyak pihak, mereka percaya bahwa masa depan di mana Gunungkidul kembali hijau dan berlimpah air akan terwujud.


Apa arti kemerdekaan jika kita masih terbelenggu oleh sikap yang merusak alam? Kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari perilaku yang mengorbankan alam demi kepentingan diri. Saat kita berhenti melihat alam sebagai objek untuk diambil, dan mulai menjaganya sebagai napas kehidupan, saat itulah kita menemukan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.
Mari kita tanamkan kesadaran ini, karena setiap aksi kecil dapat menjadi hadiah besar bagi bumi, bagi sesama, dan bagi masa depan yang lestari.